3 Rekomendasi tempat bersejarah di Tangerang, Cocok untuk Healing di weekend mu

 3 Rekomendasi tempat bersejarah di Tangerang, Cocok untuk Healing di weekend mu


(Sumber: google)

Mengisi akhir pekan dengan kegiatan yang menyegarkan dan menginspirasi bisa menjadi salah satu cara terbaik untuk melepaskan diri dari rutinitas sehari-hari. Di Tangerang, terdapat sejumlah museum yang menawarkan pengalaman healing melalui keindahan seni dan sejarah yang mereka miliki. Berikut ini adalah tiga rekomendasi museum di Tangerang yang cocok untuk menjadi tujuan liburan akhir pekan Anda

1. Benteng Heritage

(Sumber: wikipedia)

Dilansir dari laman resmi museum Benteng Heritage. Museum ini merupakan hasil restorasi bangunan berasitekrut tradisional Tionghoa yang menurut perkiraan dibangun abad 17 dan merupakan salah satu bangunan tertua di Tangerang. Terletak di jalan Cilame No.20, Pasar Lama Tangerang. 

Museum ini berisikan Sejarah tetnagn kehidupan etnik Tionghoa serta beberapa artefak peninggalan Tionghoa.

2. Masjid Seribu Pintu

(Sumber: Okezone Travel)

Dilansir dari kumparan Banten terkenal dengan tujuan wisata religi yang sering dikunjungi oleh para peziarah, termasuk makam dan masjid-masjid yang memegang peran penting dalam sejarah penyebaran agama Islam di daerah tersebut. Salah satu contohnya adalah Masjid Pintu Seribu, yang berlokasi di kota Tangerang, Banten, di bagian barat Pulau Jawa. Pendiri masjid ini adalah Al-Fakir Syekh Mahdi Hasan Al-Qudrotillah Al-Muqoddam, seorang penyebar Islam yang berasal dari Arab.

Yang menarik dari Masjid Pintu Seribu adalah struktur bangunannya yang terbagi menjadi beberapa ruangan kecil yang terpisah, mirip dengan mushola. Setiap ruangan ini memiliki nama unik seperti mushola Fathul Qorib, Tanbihul Alqofilin, Durojatun Annasikin, Safinatu-Jannah, Fatimah, dan mushola Ratu Ayu.

3. Kelenteng Tjoe Soe Kong



(Sumber: abouttng)

Dilansir dari laman resmi Dinas Pariwisata Provinsi Banten, Kelenteng Tjo Soe Kong, yang berlokasi di Tanjung Kait, Desa Tanjung Anom, Kecamatan Mauk, Kabupaten Tangerang, telah berdiri sejak tahun 1950-an. Menurut Ko Anchi, yang bertugas sebagai Juru Kunci, pemilihan arah kelenteng menghadap Barat Laut disebabkan oleh letaknya di tepi pantai, bukan karena ada makna filosofis tertentu. Desain bangunan kelenteng ini sangat dipengaruhi oleh budaya Tionghoa.

Kelenteng tersebut digunakan sebagai tempat ibadah dan pertemuan umat Buddha pada hari-hari besar agama Buddha. Antara tahun 1970 hingga 1990, kelenteng ini menjadi tujuan populer bagi orang-orang dari luar kota, termasuk dari Pulau Jawa, Sumatera, serta kunjungan internasional dari negara seperti India, untuk melaksanakan ibadah di sana.

Komentar